FAKTA DARI SEBUAH FIKSI KEHIDUPAN
Minggu, 22 November 2009
Harus kemanalagi aku membawa jasad yang penuh akan debu jalanan ini???
Ketika semuanya menjadi hal nyata dan berbumbu akan sebuah kepahitan......
Aku tak tau akan berbuat apa??? Saat semuanya terhampar jelas, saat semuanya terbujur kaku dalam sebuah kenyataan, dan saat kisah itu tak menunjukkan
awal dari sebuah akhir cerita yang tak berjudul dan tak beralur.....
Fakta-fakta itu mulai berjalan mendekati sebuah fiksi konyol dari sebuah kisah yang diperankan oleh aku, diproduseri oleh aku, dan disutradarai oleh aku....
Jeritan-jeritan itu menampar wajahku, berusaha menyadarkanku dari ketidak sadaranku akan fakta dari sebuah fiksi kehidupanku, namun tanda tanya besar masih merongrong disetiap bilik-bilik dari dasar hatiku......
Siapakah aku sebenarnya????
Ditiap sudut ruang, kuteriakkan kalimat yang sama, namun ku tak tau untuk siapa, dan mengapa tak ada balasan oleh siapapun????
Lilin-lilin yang kuletakkan pada meja itu, mulai habis oleh apinya yang terus berusaha menerangiku, namun betapa angkuhnya aku yang hanya diam melihat lilin itu habis dan tak dapat menerangiku lagi... Dikala cahaya itu mulai meredup, aku baru tersadar akan tololnya diriku yang hanya membiarkan cahaya itu habis ditelan oleh gelombang waktu yang terus mengelinding ke masa depan.....
Sepengecut itukah aku, yang hanya mampu meratapi kehidupanku yang terkapar tak berdaya di depan pelupuk mataku... Mengapa aku tak melawan??? Mengapa aku hanya terus berbalik ke belakang dan bernostalgia akan kisah-kisahku yang telah lama mati???
Aku tau, betapa tidak adilnya fakta dari sebuah fiksi kehidupanku... Yang disetiap kaki ini mulai menapaki jalan, diiringi pula oleh jutaan cemohan, teriakan dan gunjingan dari mereka-mereka... Yang disetiap hembusan nafasku, hanya perilaku pengkucilan yang kuhirup... Dan kenyataan yang harus kutelan, tidak adanya ruang untuk mahluk lumpur sepertiku.... Namun mengapa cinta itu mesti hadir untuk mahluk sepertiku??? Cinta itu membawa sebuah keindahan, menyimpan berjuta warna, menghilangkan dahaga setiap mahluk.... Namun bagi aku, bagi mahluk yang dianggap seonggok lumpur yang melekat pada kulit sepatu mereka... Cinta itu hanya sebuah derita, setetes air mata, dan jutaan jeritan yang menyayat hati.... Ku berlari menuju pantai, dan kulihat jejak-jejak kakiku terlukis di tiap bulir pasir yang seakan berbisik di telingaku... Dan kuberdiri di tengah karang, dan meluapkan semua kekecewaanku pada hempasan ombak, Tapi hanya percikan tetes-tetes air yang menerjang tubuhku yang mulai rapuh.... Entah, mahluk-mahluk apa lagi yang menebar benih cinta di hatiku, dan kenyataannya benih itu tumbuh bermetamorfosis menjadi pohon belati yang terus menguliti setiap jengkal jati diriku... Ku berjuang melawan derita yang menerjang bagaikan hujan meteor, yang terus menghujaniku, dan berusaha menimbunku dan menguburku dalam tumpukan derita.... Seandainya mereka tau, bahwa air mataku telah membentuk sebuah ngarai yang luas dan menyebabkan mataku menjadi kering karena terus dipaksa untuk memeras tetes demi tetes air mata kesedihan... Sampai-sampai air mata itu juga menjerit kelelahan...
Fakta dari sebuah fiksi kehidupanku, tak akan pernah usai dan akan terus bergulir dalam sebuah panggung sambil mementaskan drama di depan mereka yang sedang asyik menonton dan tertawa lepas melihat sebuah derita yang dipikul oleh seonggok mahluk lumpur, dan dijadikan sebagai budak hiburan bagi mereka... Tubuhku hanya mampu meratapi fakta dari sebuah fiksi kehidupanku, yang malang dan terkapar akan sebuah ketidakadilan....
0 komentar:
Posting Komentar